Breaking News
Kebudayaan Dayak,
Dayak Salako Badamea-Gajekng adalah subsuku Dayak yang bermukim di wilayah adat Gajekng. Mereka menuturkan bahasa Badamea-Jare. Mereka lebih dikenal sebagai orang Badamea. Di kalangan khalayak ramai, bahasa Badamea ini juga lebih dikenal dengan nama bahasa Kanayatn. Secara kebahasaan, bahasa ini tergolong ke dalam rumpun bahasa Melayik. Sedangkan Hudson (1970)menyebut kelompok ini sebagai orang Selako, walaupun mereka sendiri tidak mengenal istilah Selako untuk menyebut diri mereka.
Wilayah penyebaran orang Dayak Badamea-Gajekng terdapat di wilayah adat Gajekng, yang terbagi menjadi dua wilayah adat yaitu Gajekng Ulu dan Gajekng Ilir. Adapun kampung-kampung yang termasuk ke dalam wilayah adat Gajekng Ulu adalah Kampung Taradu Pato’, Subale, Padakng, Sake’, Sabah,Oyatn, Tikala, Pacokng, Tabang Buah, Lao, Sarukapm, dan Bamatn Rancakng.
Sementara itu, kampung yang berada di wilayah adat Gajekng Ilir terdiri dari Kampung Kilawit, Sangkubana, Polongan, Malaba’e, Siraba’, Tawakng, Tangku, Nyempetn (Nek Ginap), Monterado’, Banawa, Sunge Limo, Samalantan Desa,Samalantan Pasar, Kincir, Pasuk Kayu, Kandang, dan Nyandong. Mereka berjumlah 15.312 jiwa (Sensus tahun 2001).
Nama Gajekng merupakan nama sejenis pohon, yaitu kayu gajekng. Nama kayu ini kemudian dipakai untuk memberikan nama wilayah adat tempat orangorang Badamea Gajekng. Sampai sekarang tidak diketahui tentang keistimewaan jenis kayu ini.
Tokoh Dayak Gajekng yang terkenal adalah Panglima Sabangki yang lebih dikenal dengan nama Pak Miakng. Sewaktu kedatangan Cina Kek di wilayah pertambangan emas di Monterado’, tidak jarang terjadi perebutan wilayah pertambangan emas antara orang-orang Cina dengan penduduk setempat. Perebutan tanah ini tidak jarang menimbulkan bentrokan fisik. Permulaan sengketa diawali sewaktu orang-orang Cina mau merebut emas sebesar kijang yang disebut dengan maruha yang terdapat di Bukit Muisan.
Sekarang di sini masih ditemukan tempat semacam markas dengan tujuh pintu besi. Tokoh Pak Miakng kemudian terkenal sebagai orang yang tidak terkalahkan, tidak mempan senjata tajam. Mandaunya penuh dengan darah. Karena terlalu banyak membunuh dia kemudian bertobat. Beliau menyuruh orang untuk membunuh dirinya dengan cara memasukkan besi panas membara di lubang pantatnya sewaktu dia tidur.
Dengan demikian berakhirlah riwayat petualangan Pak Miakng ini. Kejadian ini masih terkait dengan Perang Kenceng yang sudah banyak ditulis orang, seperti misalnya Machrus Effendy (1995).
Copyright © Kebudayaan Dayak. Developed by: Kebudayaan Dayak |RSS Feed |Hubungi Kami |Online: 4 |Hits: 1562 / 1589900
0 Komentar
Form Komentar Berita